Ayamku Malang



Di desaku sudah terbiasa melepas liarkan ayam-ayam peliharaan mereka di pekarangan ataupun kebun-kebun mereka. Walaupun begitu, ayam kami tidak pernah terkena penyakit yang aneh-aneh dan tidak ada yang berani mencuri. Dan ayam-ayam yang masuk pekarangan orang pun sudah biasa dan telah dimaklumi oleh semua warga desa. Semua meyakini bahwa berbagi dengan hewan tidak akan mengurangi rezeki mereka sebagai sesema makhluk ciptaan tuhan.

Metode ini tidak cocok untuk diterapkan di kota karena kebanyakan mereka masih melek hukum dan para bajingan pun masih banyak bertebaran dimana-mana, lagipula rugi jika ayam-ayam mereka nanti menghilang satu per satu. 

Suatu hari ada penduduk kota yang pindah rumah, tidak jauh dari rumahku. Minggu pertama mereka  mencoba berbaur dengan masyarakat dengan mengadakan pengajian dan selametan telah pindah rumah. Minggu kedua ditanggaplah biduan ternama. 

Minggu ketiga masalah baru pun timbul. Pekarangan elok milik mereka rusak dan banyak tai ayam dimana-mana. Pak Kasmo pemilik rumah yang baru itu pun tidak terima dan lapor ketua RT setempat.

Sampai dirumah pak RT, keluhannya hanya di balas dengan guyon. Begitu pula ketika rasan ke pak kadus dan kades, masalah itu dianggap sepele. Aku khawatir ketika itu ia mengadu ke presiden untuk diberi keadilan 
Baca selengkapnya

Puisi Nafsu


Nafsu




Menjerit kalbu mengingat kala itu
Sendiri menyusuri remang malam
Menanti tabir surya menyapa
Perlahan semua indra bergetar meminta
Pecah syahwat hilanglah ingatan
Dunia

Fajar datang disambut sumringah
Benda-benda siap digerakan
Mata-mata melotot meminta jatah
Mulut-mulut mengeluarkan bau menyengat
Telinga-telinga giat menyimak

Hari ini kami bersaksi
Jika pun datang hujan.panas terik
Kau kan saksikan
Bagaimana semua indra-indra ini bergetar
Mengejar nafsu dunia


 mrious,
Purwokerto
Baca selengkapnya
Antara Cinta dan Jodoh (Pangeran dari Madinah) Part 6 - Oleh CKH

Antara Cinta dan Jodoh (Pangeran dari Madinah) Part 6 - Oleh CKH



Antara Cinta dan Jodoh (Pangeran dari Madinah) Part 6


“Sha, kau tau Mas Akbar?” Aisha hanya menggeleng kecil.

“Kau ini. Itu lho, yang baru kemarin lulus Magister di Universitas Islam Madinah. Kabarnya dia bakal jadi dosen disini,” lagi, gadis itu hanya mengangguk kecil mendengar penjelasan dari Nisa.

“Kau kok biasa saja sih?” Nisa mulai terlihat kesal melihat sahabatnya yang tidak terlalu antusias ini. Aisha menoleh,

“Apa aku harus berteriak-teriak? Toh sebentar lagi kita akan tau orangnya,” ujar Aisha santai.

“Ya nggak gitu juga, Sha. Kau kan punya mimpi buat lanjut S2 kesana, nah harusnya kau antusias karena ada orang yang bisa kau tanyai nanti,” Aisha tersenyum tipis.

“Ya, nanti aku akan bertanya,” 

“Aku nggak jamin kita bakal dapat kursi depan mengingat sepanjang perjalanan tak tampak mahasiswa berlalu lalang. Mungkin mereka sudah kumpul semua,”

“Ya sudah, ayo kita cepat jalan,” ujar Aisha mempercepat langkah kakinya diikuti pula oleh Nisa. Mereka berjalan menuju ruang auditorium, tempat berlangsungnya acara.

***

Muhammad Akbar Al Ghifari. Begitulah ia memperkenalkan dirinya. Sesosok laki-laki tinggi tegap, dengan hidung yang menjorok ke depan. Tidak terlalu putih namun juga tidak terlalu hitam. Suaranya yang berat terkesan berwibawa, dengan gaya bicara yang sederhana tanpa dilebih-lebihkan. Ada yang mengatakan jika Akbar adalah ‘Pangeran dari Madinah’ yang mampu membuat siapa saja terpesona terutama kaum hawa. Jika di novel Ayat Ayat Cinta karya Kang Abik (Habiburrahman El-Sherazy) ada Fahri, maka disini ada Akbar. Bedanya adalah Fahri lulusan Universitas Al-Azar Cairo Mesir, sedangkan Akbar lulusan Universitas Islam Madinah Arab Saudi.

Seisi ruangan terlihat hening, dengan khidmat mereka mendengarkan lantunan ayat suci yang dibacakan oleh Akbar. Merdu dan membuat hati siapa saja menjadi tenang.

“Dia teman masa kecilku. Mas Akbar,” bisik Aisha lirih tepat ditelinga Nisa setelah pembacaan ayat suci selesai. Gadis itu menoleh terkejut, matanya seolah mengatakan ‘kau serius?’
Mengerti arti tatapan itu, Aisha segera mengangguk cepat.

“Kami dulu sering bermain bersama, dan seingatku Mas Akbar dulu anaknya nakal dan jahil. Tapi sekarang dia begitu keren,” ujar Aisha sembari memandangi Akbar yang tengah berbicara diatas panggung sana.

“Jadi kalian begitu dekat?”

“Ya, tapi itu dulu. Sebelum Mas Akbar dan keluarganya pindah keluar kota. Sejak itu aku tak pernah tau kabarnya lagi hingga aku bisa melihatnya disini,”

“Dunia memang sempit. Setelah ini kau harus menyapanya, Sha,”

“Kalau dia masih ingat wajahku,” ujar Aisha ragu.

Acara berlangsung selama satu jam lebih, namun rasanya hanya sepuluh menit saja. Mungkin karena efek terlalu menikmati. Aisha dan Nisa berjalan keluar, mereka berencana shalat ashar dulu di masjid kampus sebelum pulang kerumah.

“Assalamualaikum, Aisha,” Aisha menoleh mendengar ada seseorang mengucapinya salam.

“Wa’alaikumsalam ....” gadis itu terdiam sebentar, mengerjap sekali sebelum melanjutkan bicaranya “Mas Akbar,” lanjutnya masih sedikit terkejut. Sedangkan Akbar hanya tersenyum tipis.

“Kau kuliah disini ternyata,” ujar Akbar disambut anggukan kecil oleh Aisha.

“Mas Akbar masih mengenali wajahku?” tanya Aisha yang langsung membuat Akbar tersenyum lebar memperlihatkan rentetan gigi-giginya yang putih dan rapi.

“Masih. Kau tidak ada perubahan sama sekali. Bedanya hanya sekarang kau sudah terlihat lebih tinggi,” ujarnya yang sukses membuat Nisa tertawa lirih. Akbar menoleh kearah Nisa, ia lantas menangkupkan kedua telapak tangannya sambil memperkenalkan diri.

“Muhammad Akbar Al Ghifari,” ujar Akbar

“Nisa Faiza Aqila,” balas Nisa seraya tersenyum tipis.

“Mari, kita sholat ashar lebih dulu,” ajak Akbar yang membuat kedua gadis itu mengangguk lantas mengikuti Akbar yang telah berjalan terlebih dahulu menuju masjid.

“Beruntungnya kau, ternyata dia teman kecilmu. Wah, kau bisa bertanya banyak nanti padanya tentang Universitas Islam Madinah,” ujar Nisa lirih yang disambut senyuman tipis oleh Aisha.


Bersambung

Baca selengkapnya

Antara Cinta dan Jodoh (Surat dari Arif) Part 4 - Oleh CKH



Antara Cinta dan Jodoh (Surat dari Arif) Part 4


Antara Cinta dan Jodoh (Surat dari Arif) Part 4 - Oleh CKH

Temui aku dicafe depan kampus. Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan –Nisa-

Setelah jam kuliah selesai, Aisha segera bergegas ketempat yang dimaksud sahabatnya itu. Perasaannya campur aduk, ada apa Nisa menyuruhnya ketemuan disana.

“Assalamualaikum.”

“Wa’alaikumsalam. Duduklah,” ujar Nisa masih fokus menatap Aisha.

“Ada apa, Nis? Kau membuatku takut saja.” Aisha meletakkan tasnya.

“Ada kabar bahagia untukmu. Tapi sebentar, aku akan memesankan minum dulu.”

“Nggak usah, langsung ngomong saja, Nis”

“Nggak-nggak, kau mau minum apa?"
“Teh saja.”

“Oke.” Aisha hanya bisa menarik napas dalam.

“Nih.” Nisa mengeluarkan sebuah amplop merah muda di depan Aisha. Sedangkan si empu memandangnya bingung.

“Ini surat dari Arif. Tadi pagi adiknya menitipkannya padaku.” Aisha melongo, antara terkejut dan tidak percaya.

“Jangan bercanda, Nis.”

“Siapa yang bercanda. Coba buka dan baca, lalu beritahu apa isinya,” dengan ragu Aisha membuka surat itu, lantas membacanya.

Assalamualaikum, Aisha ...

Bagaimana kabarmu? Semoga baik, ya. Aku juga disini alhamdulillah baik-baik saja. Maaf jika selama ini aku tak pernah mengabarimu, ada alasan lain yang membuatku seperti ini. Aku harap hatimu masih seperti dulu, Sha. Tolong, tunggu aku sebentar lagi, dan aku berjanji akan menghalalkan hubungan kita. Mungkin itu saja yang ingin aku katakan, selalu jaga dirimu, Sha. Aku sangat merindukanmu.

Wassalamualaikum wr wb.

Dari: Muhamad Arif Hasan

Aisha melipat suratnya, ia bingung harus marah atau bahagia. Marah karena Arif baru memberi kabar dan bahagia karena Arif sebentar lagi akan melamarnya.

“Sudah, minum dulu.” Nisa memberikan satu gelas teh melati dingin pada Aisha, gadis itu lantas segera membasahi tenggorokannya.

“Boleh aku baca?” izin Nisa yang langsung mendapat anggukan dari Aisha. Tak sampai lima menit, Nisa tersenyum kecil.

“Alhamdulillah, penantianmu berujung juga, Sha,” ujar Nisa seraya memeluk sahabatnya itu bahagia.


-Jika Dia telah menggariskan takdirmu dan takdirnya bersama, selama apapun kau menanti dan selama apapun kau menunggu, ia akan datang pada saat waktunya-



Bersambung
Baca selengkapnya

Antara Cinta dan Jodoh (Curhatan Nisa) Part 3 - Oleh CKH



Antara Cinta dan Jodoh (Curhatan Nisa) Part 3

Antara Cinta dan Jodoh (Curhatan Nisa) Part 3 - Oleh CKH

“Kau tau, Sha? Tadi aku ketemu sama akhi-akhi tampan. Dia juga kelihatannya alim. Tadi ia mengejarku untuk mengembalikan tasbih ini,” ujar Nisa penuh semangat sembari memperlihatkan tasbih yang ia maksud. “Aku pikir Allah telah mempertemukan jodohku,” tambahnya lagi.

“Istighfar, Nis.”

“Kenapa? Salah ya jika aku jatuh cinta?” tanya Nisa tak mengerti.

“Bukan begitu. Cinta itu fitrah dan anugerah dari Allah. Tapi caranya itu yang salah.”

“Maksudmu?”

“Kau memuji makhluk Allah dengan begitu berlebihan. Apa kau tau sebenarnya Dia cemburu padamu?” Nisa diam, “Secara tidak langsung kau mengumbar pandanganmu untuk sesuatu yang belum halal, kan? tuh, hatimu jadi teracuni begitu.”

“Tapi kan, Sha. Aku hanya mengagumi dan berharap apa salahnya?” masih tidak mengerti, Nisa menuntut penjelasan.

“Caranya Nisa sayang. Kau terlalu berlebihan memuji makhluk Allah. Ingatkan katamu kemarin, jika dia jodohmu, dia akan datang menghalalkanmu. Jadi, jika akhi-akhi tadi jodohmu, ia pasti akan datang kok.”

“Semudah itu?”

“Ya, semudah itu jika Allah telah menghendaki. Jadi intinya selalu perbaiki diri. Kau bilang tadi akhi-akhi itu alim, nah kau juga harus lebih alim lagi agar Allah mau menjodohkan kalian. Eits, tapi alimnya karena Allah ya, jangan karena dia. Nanti ujungnya setelah kau berjodoh dengannya imanmu malah menurun.”

“Astaugfiruallahaladzim. Jangan sampai, Sha. Kau ini doanya begitu,” Nisa memanyunkan bibirnya kesal.

“Afwan.” Aisha hanya tersenyum geli melihat ekspresi Nisa sekarang. “Kau sudah mengerti?” Nisa mengangguk kecil yang lantas disambut senyuman oleh Aisha.


-Cinta itu kata orang, ‘dari mata turun ke hati. Menyentuh perasaan lantas membayangkan’. Jaga pandangan dan jaga hati, karena cinta yang belum halal itu tidak diridhoi-

Bersambung
Baca selengkapnya